Hm. Jadi, selebgram yang kemaren.
[insert ketawa sitkom palsu]
Gue pengen ngomongin video Awkarin yang terbaru. Video itu lumayan menggugah filsuf tertidur dalam diri gue, karena kepikiran terus sampai besoknya. Agaknya video ini rada ~shocking~ karena banyak temen gue yang gak pernah kenal beliau ikutan nonton karena penasaran… dan tentu saja… supaya bisa ikut komentar layaknya netizen yang baik dan benar. Udah banyak orang yang bikin postingan LINE tentang ini, tapi kali ini sengaja gue bikin post blog biasa biar kayak orang bener.
Gue sudah mengikuti Awkarin sejak beberapa waktu lalu, karena iseng nonton videonya di suatu malam puasa yang laknat. Yang menarik dari polemik Karin ini adalah, dia diserang dari dua arah. Arah pertama, orang-orang konservatif yang mikir kalau dia ini perusak moral bangsa, dengan rokok, alkohol, PDA, dan kata-kata kasarnya. Percayalah, moral bangsa ini sudah rusak tanpa adanya Karin. Bisa jadi kebalikannya, Karin ini adalah produk so-called moral bangsa yang sudah rusak. Mungkin dia terekspos budaya kehidupan malam, ngerokok, dan pasang foto ciuman di Instagram karena itu yang dianggap keren oleh remaja jaman sekarang, dan orang tuanya terlalu permisif untuk membentuk Filter Budaya Asing™ dalam diri Karin. Opsi ketiga: it doesn’t matter!!! Caranya berpakaian dan gimana dia berkata-kata bukan urusan Anda. Gak pernah ada dalam vlognya adegan dia memperlakukan orang asing atau fansnya secara tidak sopan.
“Tapi, siapa yang tahu di dunia nyatanya dia kayak gimana?”
Nah, tepat sekali! Kalau Anda gak kenal, gak usah sok-sok mengomentari moral!
Golongan kedua adalah remaja yang mikir dia sok iye dan caper, orang-orang intelek yang mikir dia shallow, dan SJW yang menemukan mangsa empuk mereka. Semuanya reasonable, dan semuanya benar. Gue juga akan masuk ke golongan ini sih, kalau gue gak punya selera humor atau Toleransi Tinggi. Gue tidak berminat menghujat orang. Lebih baik kita jadikan meme saja.
Sekarang, video terbarunya. Menurut mba Karin video ini Bukan Vlog™, yang basically isinya cuma surprise party Gaga (yang bahkan udah bukan pacar Karin lagi at the moment… schedi) dan Karin nangis-nangis di kamera sementara Sarah di sebelahnya berusaha Menjadi Berguna dengan nawarin tisu dan nimbrung gitu deh.
Gue nonton video ini pertama kali karena ingin saja, kedua kali nonton karena ingin membuat diskursus. Tapi di tontonan kedua, ada bagian yang didelete. Pengakuan Karin kalo dia pake kunci jawaban karena malam sebelum UN dia gak belajar… karena main melulu sama pacarnya (sekarang mantan)… hhhhhh. Lalu, dia bilang tadinya pengen masuk FKUI tapi dia melepas impiannya supaya ada waktu buat pacaran. Hhhhhh. Gue bingung mau bilang apa tadinya, apalagi Karin terkenal dengan motto ‘nakal boleh, bego jangan’. Bro… itu… bego banget. Aku merasa dikhianati. Gue tau dia shallow, tapi gak se-shallow itu, mengorbankan masa depan demi cowo sampah yang berani-beraninya minta putus karena bosen sama lo.
Tapi pada akhirnya, ini kasus yang memang sudah umum. Mindset ini sama dengan orang-orang lain, yang misalnya gak ngambil pendidikan di luar negeri karena gak dibolehin pacarnya, padahal sebelum kuliah juga udah putus (ini beneran kejadian, btw). Atau orang yang gak kuliah karena mau kawin. Semuanya sama-sama bego, tapi Karin sendiri yang dihujat orang karena dia sendiri yang ngaku. Plus reputasinya sebagai ‘perusak moral bangsa’ dan ‘remaja shallow masa kini’ bikin orang tambah seneng ngehujat, yakin deh.
Pada saat yang sama, kalau ditonton baik-baik, video pengakuan Karin bisa bikin kita berhenti sejenak dan menyadari bahwa Awkarin itu cuma persona. Segala photoshoot dan endorsing itu, pada akhirnya, cuma bisnis, tapi di balik itu ada Karin remaja seangkatan gue yang baru akan masuk kuliah yang dibully khalayak.
Lo boleh bilang Karin attention whore atau apalah dengan mempublikasikan kehidupan pribadinya seperti ini. Mungkin dia emang caper berat, and that’s okay honestly, siapa yang gak caper hari gini, di mana likes Instagram menjadi semacam indikator popularitas? Apa tujuan manusia punya sosmed sekarang, ngepost blog, ngetwit? Semuanya ingin mendapatkan umpan balik. Bangga ketika di-retweet, senang ketika dikomentari influencer. Kita semua caper, hanya saja bentuknya berbeda. Biarkanlah doi berekspresi, gak usah ditanggapin serius. Lebih baik kita jadikan meme supaya dapet banyak ritwit, hehehehehehehe.
Jujur, gue gak peduli Karin itu orangnya kayak gimana. Ya, mungkin dia emang caper dan banyak drama. Mungkin dia bego karena kebanyakan mikirin cowo sampe lupa mikirin masa depan. Tapi, menampilkan diri di muka umum punya konsekuensi. Meskipun gak jaim, Karin selalu menampilkan diri sebagai cewe cool ala-ala Amy Dunne—seksi, cakep, punya kehidupan malam yang bebas, dan harus gampang deket sama cowok juga biar ga keliatan uptight hehehehehe. Mengkurasi hidupnya, sebagaimana ia mengkurasi feed Instagram-nya, demi ketenaran dan uang. Orang bakalan banyak yang hujat dia, itu pasti. Mungkin dia memang belum siap terkenal. Mungkin dia hanya manusia biasa yang ternyata tida tahan tubir.
Mungkin kita bisa belajar satu-dua hal dari Awkarin. Kenapa dia bisa ada di sini? Kenapa dia ngelepasin universitas targetnya demi lelaki fana racun dunia, tai, nyesel kan lu sekarang? Kenapa popularitas jadi penting sekali di jaman sekarang, padahal udah tau anak-anak eksis kayak gitu pergaulannya toxic dan gak pernah ngurusin yang penting?
Kadang kita terlalu sibuk melihat yang gemerlap, sampai melupakan yang penting. Itulah gunanya batasan. Harus ada yang membatasi sampai mana foya-foya bisa dianggap sehat. Ada batas sejauh mana lo boleh mengorbankan kepentingan demi pacar. Ada batas sejauh mana lo patut mengumbar perasaan lo ke publik. Ada batas sejauh mana lo menjadikan seseorang sebagai panutan lo, dan lo nggak perlu menyangkal kesalahan yang ia perbuat, karena itu bukan tugas lo. Terimalah fakta bahwa idola lo juga manusia. Ada pula saatnya lo bisa memutuskan untuk nekat dan menerima konsekuensi yang ada, ketika lo siap.
Gue rasa kita gak bisa menyalahkan orang lain yang tidak memiliki batasan, maupun keberanian untuk melompati batasan tersebut. Pantas mereka tersesat di tengah dunia yang ingar-bingar.